The RK Official Website

19 Des 2017

Asal-usul Pendiri Desa Bungo

Bergaul dengan orang-orang tua sepuh di desa Bungo memberi saya banyak informasi tentang kejadian-kejadian di masa lalu.
Informasi dari mereka itu kemudian saya padukan dengan beberapa disiplin ilmu antara lain; sejarah dan geografi.

Sejarah desa Bungo yang dimulai sejak akhir abad ke-16 sampai zaman modern sekarang ini memiliki keterkaitan dengan desa-desa di kecamatan Wedung dan juga mendapat pengaruh besar dari kesultanan Demak (1478-1546).

Fakta sejarah pendiri desa

Menurut kesepakatan orang-orang tua sepuh dan beberapa pengamat sejarah bahwa pendiri desa adalah Simbah atau Mbah Panji Kusumo yang berasal dari Kediri, Jawa Timur.

Kesepakatan dalam hal ini sangat kuat dan tak ada canggahan sama sekali tetapi latar belakang, motif dan kronologi kedatangannya ke desa Bungo tak diketahui secara pasti.

Makam  Mbah Panji Kusumo, 2014

Kritik atas penyusunan sejarah sebelumnya

Masyarakat Jawa tradisional kebanyakan menggunakan budaya oral atau lisan dalam menceritakan sejarah.
Hampir semuanya tidak mencantumkan waktu; tanggal, bulan dan tahun kapan suatu peristiwa terjadi.
Sejarah yang tidak mencantumkan waktu kapan terjadinya itu cukup dikatakan sebagai legenda.
Tradisi lisan seperti itu bisa mengubah keaslian sejarah setelah melewati beberapa generasi.

Sikap partisan seorang penulis sejarah yang cenderung membela kepentingan kelompoknya dan mengabaikan kepentingan kelompok lainnya juga bisa mengubah keaslian sejarah.

Sejarah geologi Demak

Tanah di desa Bungo seperti tanah di kabupaten Demak lainnya merupakan tanah alluvial.
Tanah sepertil itu terbentuk melalui proses sedimentasi atau pengendapan lumpur pada selat Muria atau laut yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Muria selama ribuan tahun.
Lumpur itu mengalir dari pegunungan Muria di sisi utara, pegunungan Kapur di sisi timur dan Gunung Ungaran di sisi selatan.

Setelah melalui proses sedimentasi selama ribuan tahun maka pada abad ke-17 selat Muria itu akhirnya berubah menjadi dataran rendah kabupaten Demak.

Fosil kerang dan remis dapat dijumpai di mana saja di Kabupaten Demak yang mempunyai wilayah seluas 1.000 km2 itu.

Hubungan Kediri dengan Demak

Pada tahun 1475 Raden Patah putra Prabu  Brawijaya V dari Majapahit  mendirikan sebuah kadipaten pada sebuah wilayah yang sekarang menjadi kabupaten Demak.

Kerajaan Majapahit yang sudah lemah itu kemudian mendapat serangan dari Kediri dan memaksa Prabu Brawijaya V melarikan diri dengan nasib yang tak menentu.
Kerajaan Jawa yang besar dan menguasai Nusantara selama dua abad akhirnya runtuh.

Walaupun ibukota Majapahit telah dipindah ke Daha, Kediri oleh Girindrawardhana (Brawijaya VI)  pada tahun 1488 namun mereka masih menggunakan nama kerajaan Majapahit.

Kadipaten Demak dengan dukungan wali Songo atau wali sembilan kemudian meningkatkan statusnya menjadi  Kesultanan Demak yang merdeka pada tahun 1478.

Prabu Girindrawardhana atau Brawijaya VI penguasa Majapahit di Kediri adalah menantu Brawijaya V dan juga saudara ipar Sultan Fatah penguasa Demak.
Hubungan kekerabatan antara Kediri dan Demak ini berkaitan erat dalam kronologi sejarah desa Bungo.
Mbah Panji Kusumo kemungkinan besar adalah prajurit atau utusan Majapahit di Kediri yang menyertai kepindahan bangsawan Kediri ke Demak.

Teori kedatangan Mbah Panji Kusumo dari Kediri ke Demak dalam kajian ini adalah hal yang paling rasional dan paling memungkinkan.

Kedatangan Mbah Panji Kusumo dari Kediri ke Demak karena hubungan dagang tidak mungkin terjadi karena hubungan dagang antara Kediri dan Demak tak pernah ada dalam sejarah ekonomi Nusantara.

Kedatangan Mbah Panji Kusumo ke Demak tak mungkin dikarenakan faktor perkawinan karena sistem transportasi dan mobilitas rakyat biasa di waktu itu sangat terbatas.

Nama lahirnya adalah Sarjan. Dalam masarakat Jawa, nama seperti itu bukanlah termasuk kelas bangsawan.
Setelah menjadi sesepuh desa Bungo maka dia memilih nama Panji Kusumo untuk menambah kewibawaan. Panji berarti bendera dan Kusumo berarti bunga-bunga maksudnya adalah bendera yang berkibar dengan motif bunga-bunga menebar harum wewangian atau menebar kebaikan.

Klaim sebagai murid Sunan Kalijaga

Adalah mungkin saja terjadi Panji Kusumo sebagai abdi dalem dalam kesultanan Demak belajar agama pada Sunan Kalijaga.
Jarak antara keraton Demak ke padepokan Sunan Kalijaga relatif sangat dekat, sekitar 1 km.
Sunan Kalijaga yang diberkahi panjang umur itu hidup pada masa kesultanan Demak hingga berdirinya Mataram Islam.

Leluhur yang diagungkan

Mbah Panji Kusumo dikenal akan perannya dalam membuka hutan untuk pemukiman baru. Sebagian orang percaya dia memiliki kekuatan supranatural dalam merobohkan pohon-pohon besar.
Setelah lelah dalam membuka hutan kemudian dia menyalakan api; untuk membakar ikan atau sekedar berdiang menghangatkan badan.
Kisah kepahlawanan itu tersimpan kuat dalam memori orang-orang tua sepuh.

Pada masa sekarang ini, beberapa aktivis desa Bungo mengakui bahwa Mbah Panji Kusumo adalah seorang waliyullah.
Pengakuan ini sesungguhnya adalah bentuk rasa cinta dan penghormatan kepada leluhurnya dan juga dimaksudkan untuk  menarik minat masyarakat Bungo dan sekitarnya untuk berziarah ke makamnya.

Mbah Panji Kusumo adalah seorang muslim  karena pada abad ke-16 Islam sudah menjadi agama mayoritas di Jawa dan Sumatera.
Jasadnya yang dikuburkan di sisi timur desa itu menjadi bukti bahwa dia adalah benar-benar muslim. Sedangkan seorang Hindu-Budha jika meninggal maka jasadnya dibakar kemudian abunya disimpan atau disebar ke sungai atau laut.

Menurut tradisi Islam; bahwa jasad yang dikuburkan itu diwajibkan menghadap kiblat atau Ka'bah di Makkah.
di Asia Timur dan Asia Tenggara; muslim yang dikubur kebanyakan menghadap ke barat  dengan bagian kepala di sisi utara dan bagian kaki di sisi selatan.

Posisi arah batu nisan Mbah Panji Kusumo yang membujur dari barat ke timur itu tidak sesuai dengan tradisi itu.
Prosesi penguburan jenazah  seperti itu menjadi bukti bahwa pada masa itu di desa Bungo belum ada orang yang mempunyai ilmu agama yang mendalam.

Penulisan sejarah seperti ini dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi  naskah sejarah desa Bungo, karena untuk mendatangkan ahli purbakala untuk meneliti benda purbakala itu dibutuhkan dana yang cukup dan juga penelitian dengan metode spiritual hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu.

***

Lihat juga:

Sejarah Desa Bungo pada Abad ke-20
 
Haul Mbah Panji Kusumo 2016

Sejarah Kiyai Nawawi

 Muqaddimah